Responding
Paper Agama Zain
Elita Karlina
1110032100017
1.
Sejarah dan
perkembangan agama jain
Agama jain adalah sebuah agama monastic kuno dari india. Agama ini
menolak otoritas weda sebagaimana halnya agama budhha. Agama ini muncul pada zaman wiracarita yakni masa akhir zaman
brahmana, ketika ada perdebatan antara aliran teistis dan non teistis. Menurut
Jhon A Hutchison agama inijuga agama budhha
muncul di zaman heresies (zaman pilihan) yang timbul karena dua alasan,
yang pertama karena waktu itu orang tidak mengakui adanya otoritas sacral Weda.
Kemudian yang kedua yakni pada waktu itu orang menolak batu ujian ortodoksi
hindu yaitu apa yang disebut kasta.[1]
Mengenai sejarahnya, Agama Jaina bermakna : agama Penaklukan. agama jain
mengakui bahwa ada 24 Thirtankara atau jiwa sempurna yang kesemuanya dipercayai
telah menyebarkan ajaran agama jain keseluruh dunia[2].
Jainisme sndiri mulai diakui keberadaannya di magadha,
india utara sekitar abad ke-6 dan ke-5 sebelum masehi pada waktu itu mahavira
menyebarkan ajaran-ajarannya. Oleh karena itu mahavira lebih
dikenal sebagai nabi jainisme, bukan penciptanya. Hal ini diperkuat oleh
kenyataan bahwa mahavira dianggap bukan yang paling dulu menyebarkan ajaran-ajaran
jainisme tersebut.[3]
Agama Jaina sendiri lahir
berdasarkan reaksi dari ketiak setujuannya terhadap ajaran-ajaran agama Hindu,
maka pada saat itu terjadi pemberontakan besar terhadap agama Hindu yang
dipimpin oleh Mahavira.[4]
Mahavira dilahirkan di wilayah republik Vaisali (Behar), di kampung
Basarh, kira-kira 27 mil di sebelah utara kota Patna.[5]
Perkembangan Jainisme
Dewasa ini ada lebih dari 8 juta pengikut agama ini. Mereka
terutama ditemukan di India. Secara sosial, biasanya para penganut Jainisme
termasuk golongan menengah ke atas. Agama Jaina itu mewariskan
bangunan-bangunan kuil yang amat terkenal keindahan arsitekturnya di India dan
senantiasa dikunjungi wisatawan.[6]
Agama jinisme dikenal di Asia Selatan (India) dan disebarkan oleh
Vardamina (546 SM) yang berasal dari keluarga yang sangat berkuasa pada masany. setelah Vardamina Mahavira meninggal aliran
jainisme pecah menjadi dua yaitu Svetambara (memakai jubah putih) dan Digambara
(berpakaian langit atau telanjang) perpecahan tersebut terjadi Sekitar
tahun 310 SM yakni lebih kurang tiga abad sepeninggal Mahavira. Kemudian
Sekitar tahun 82 Masehi perpecahan itu menjadi resmi dan disebabkan masalah
pakaian. Jemaat yang mendiami di belahan utara pegunungan vindaya selalu
mengenakan pakaian putih, dan jemaat ini yang disebut dengan sekte svetambara
(jemaat berpakaian putih). Sedangkan jemaat yang mendiami di belahan selatan
pegunungan vindaya tidak mengenakan pakaian sehelai benang pun karena beriklim
panas. Jemaat itu disebut dengan digambara (jemaat bertelanjang bugil bagaikan
langit).
2.
Ajaran
dan praktik kegamaan
A.
Kitab Suci
sumber-sumber
suci dikalangan para pengikut agam jaina adalah pidatdo-pidato mahavira.
B.
System kepercayaan agama jain
1.
Konsepsi tentang tuhan
Agama jain atau jainisme menolak adanya tuhan
yang dianggap sebagai pencipta atau penguasa dunia ini. Agama jain mengakui
keberadaan apa yang disebut sang “Maha Kuat”, namun mengatakan bahwa sang maha
kuat tersebut termasuk pula manusia, semuanya terbelenggu dalam alam dosa
dengan sedikit atau tanpa ada kesempatan untuk melarikan diri darinya.[7]
2.
Konsepsi tentang alam
Jainisme menganut filsafat dualisme, yaitu
membagi alam saemesta ini menjadi dua kategori: zat yang hidup (jiva) dan zat
yang tidak hidup (ajiva).[8]
3.
Konsepsi tentang karma
Jainisme tetap menerima ajaran tentang
karma-samsara dalam pemikiran tradisional india, dan mengajarkan bahw karma
terjadi karena tercampurnya jiva dan ajiva. Konsep karma dalam jainisme berpangkal pada prinsip dualism antara jiwa
dan benda, atas dasra prinsip tersebut, menurut jainisme tubuh manusia itu
memenjarakan jiwanya.
4.
Pandangan tentang pencerahan
Tujuan akhir dari ajaran jain adalah untuk
mencapai kehidupan yang sempurna memperoleh pengetahuan tentang pencerahan dan
akhirnya moksa yakni terlepas dari siklus kelahiran kembali.
5.
Tentang Epsitemologi
Dalam aspek epistemologi, jaina menolak
pandangan carvaka bahwa persepsi hanyalah satu-satunya sumber valid
munculnya pengetahuan. Jika kita menolak kemungkinan memperoleh pengetahuan
benar melalui inferensi dan testimoni orang lain, kita semestinya meragukan
validitas persepsi, karena sekalipun persepsi kadang-kadang bisa bersifat
ilusi.[9]
6.
Jaina percaya dengan pluralisme roh; terdapat
roh-roh sebanyak tubuh hidup yang ada. Tidak hanya roh dalam binatang, tetapi
juga tumbuh-tumbuhan dan bahkan dalam debu. Hal ini juga diterima dalam ilmu
pengetahuan moderen. Semua roh tidak secara sama memilki kesadaran, ada yang
lebih tinggi ada yang lebih rendah.[10]
7.
Tentang Metafisika
Di dalam aspek metafisikanya, jainisme
mengambil posisi realistik dan pluralism relativistik. Ia disebut atau doktrin
pluralistik realitas. Material dan spirit dipandang sebagai realitas-realitas
yang independen dan terpisah. Terdapat atom-atom material yang tak terhitung
jumlahnya dan roh-roh individu aspek-aspek dirinya yang juga tak terhitung
jumlahnya.
PRAKTEK KEAGAMAAN DALAM JAINISME
A.
Asketisme
Menurut
jai nada dua motif melakukan kehidupan asketik, pertama bahwa kehidupan asketik
dianggap sebagai salah satu macam atletikisme spiritual yaitu latihan spiritual
para atlit menjelang pertandingan. Kedua, bahwa kehidupan asketik itu
menempatkan prinsip serba dua antara materi dan spirit (jiwa).
B.
Etika penganut
agama Jain
Hanya ada lima disiplin spiritual didalam
jainisme. Kelima sumpah tersebut adalah (1) ahimsa (non kekerasan), (2) satya
(kebenaran di dalam pikiran), (3) asteya (tidak mencuri), (4) brahmacharya
(berpantang dari pemenuhan nafsu baik pikiran, perkataan maupun perbuatan), dan
(5) aparigraha (ketakmelekatan dengan pikiran, perkataan dan prbuatan). Dalam
halo rang umum, aturan ini bisa di modifikasi dan disederhanakan.[11]
Untuk orang awam ada 12 atauran yang semula
berasal dari aturan pendeta. Keduabelas aturan tersebut adalah
1.
Tidak pernah menyengaja melenyapkan kehidupan
dari makhluk ang berorgan indra
2.
Tidak pernah berbohong
3.
Tidak mencuri
4.
Tidak berzina
5.
Tidak tamak
6.
Menghindari godaan-godaan
7.
Membatasi jumlah barang yang dipakai
sehari-hari
8.
Menjaga hal yang berlawanan dengan usaha untuk
menghindari dari kesalahan-kesalahan
9.
Menjaga periode-periode meditasi yang telah
dicapai
10.
Mengamati periode-periode penolakan diri
11.
Memanfaatkan periode-periode kesempatan menjadi
pendeta
12.
Member sedekah
Umat awam juga
memegag prinsip ahimsa, dengan melakukan diet vegetarian dan selanjutnya
melarang diri makan telor.
[1]
Ali, Mukti, Agama-agama di Dunia, (Yogyakarta: IAIN SUNAN KALI JAGA
PRESS, 1988)h, 151
[2]
Ali, Mukti, Agama-agama di Dunia, h. 152
[3]
Ali, Mukti, Agama-agama di Dunia, h. 15153
[4]
Muhammad Mardiansyah, Agama Sikh Dan
Jain, diakses pada tanggal 21 maret, dari http://ardiceper.blogspot.com/2012/05/agama-sikh-dan-jain.html
[5]
Mukti Ali, Agama-Agama Dunia,
Yogyakarta: Hanindita offset, 1988, cet l, h. 151-152
[6].
http://arifuddinali.blogspot.com/2011/12/jainisme.html.
[7]
Ali, mukti, agama-agama di Dunia,
h.15158-159
[8]
Ibid, h. 162-163
[9]
I.B. Putu Suamba, Dasar-dasar Filsafat India, (Denpasar: Mabhakti, 2003), h
315-16
[10]
Ibid, h. 18
[11]
I.B. Putu Suamba, Dasar-dasar Filsafat India, h. 319.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar